Selasa, 09 September 2014

Makalah Kation Golongan II Sub Arsenik

BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Analisis kualitatif yang bertujuan utama untuk mengenali komposisi atau struktur bahan kimia, cukup banyak jenisnya, sesuai dengan jenis bahan kimia yang terdapat dalam sampel. Analisis kualitatif untuk bahan organik biasanya menjadi bagian kajian dari kimia organik sehingga tidak dimasukkan dalam bagian kimia analitik. Bahan kimia dalam sampel organik juga cukup banyak ragamnya sesuai dengan struktur dari bahan tersebut. Bahan kimia organik molekuler berbeda cara penetapannya dengan bahan kimia anorganik ionik.
Analisis kualitatif kation secara sistematis telah berkembang cukup lama. Berkat kajian yang dilakukan oleh Karl Remegius Fresenius sejak tahun 1840. Pengujian pada setiap kation memiliki reagen-reagen tertentu atau biasa dikenal dengan reagen spesifik. Pada setiap kation reagen yang digunakan berbeda-beda tergantung pada golongan masing-masing. Maka dari itu pada makalah ini kami akan membahas tentang kation golongan II (sub golongan arsenik) yang memiliki reagen spesifik yaitu hidrogen sulfida. 
B.       Rumusan Masalah
Bagaimana mengidentifikasi adanya kation secara kualitatif?   
C.       Tujuan Percobaan
Identifikasi adanya kation secara kualitatif dengan reaksi uji dengan reagen-reagen tertentu.
D.      Manfaat Percobaan
Manfaat dari percobaan ini ialah dapat mengetahui adanya kation dengan secara kualitatif dengan mengetahui reaksi  uji spesifiknya.





BAB II
PEMBAHASAN
A.      Arsenik
Arsenik, As (Ar : 74,92). Arsenik adalah zat padat yang berwarna abu-abu seperti baja, getas dan memiliki kilp logam. Jika dipanaskan, arsenik bersublimasi dan timbul bau seperti bawang putih yang khas; ketika dipanaskan dalam aliran udara yang bebas, arsenik terbakar dengan nyala biru, menghasilkan asap putih arsenik (III) oksida, As4O6. Semua senyawa arsenik beracun. Unsur ini tak larut dalam asam klorida, dan asam sulfat encer, menghasilkan ion arsenit, dan dalam asam nitrat pekat atau dalam air raja atau dalam larutan natrium hipoklorit, membentuk arsenat.
Ada dua deret senyawa arsenik yang umum : yaitu dari arsenik (III) dan arsenik (V). Senyawa – senyawa arsenik (III) dapat diturunkan dari arsenik trioksida amfoter, As2O3, yang menghasilkan garam, baik dengan asam kuat (misalnya arsenik (III) klorida, AsCl3), maupun dengan basa kuat (misalnya natrium arsenit, Na3AsO3). Maka dalam larutan yang sangat asam ion arsenit (III), adalah stabil.
a.         Reaksi – Reaksi ion Arsenik (III)
Larutan arsenik (III) oksida, As2O3 0,1M, atau natrium arsenit, Na3AsO3, dapat dipakai untuk eksperimen ini. Arsenik (III) oksida tak alarut dalam air dingin, tetapi dengan mendidihkan campuran selama 30 menit akan larut dengan sempurna. Campuran dapat didinginkan tanpa bahaya akan mengendapnya oksida.
1.        Hidrogen Sulfida H2S : Endapan Kuning Arsenik (III) Sulfida:
2As3+ + 3H2S → As2S3 + 6H+
Larutan harus sangat bersifat asam ; jika tak terdapat cukup asam, hanya akan terlihat larutan berwarna kuning, karena terbentuknya koloid As2O3. Endapan tak larut dalam larutan asam klorida pekat, tetapi larut dalam asam nitrat pekat panas :
3As2S3 + 26 HNO3 + 8 H2O → 6AsO43- + 9SO42- + 42H+ + 26NO
2.        Perak nitrat (Ag2NO3) : endapan kuning perak arsenit dalam larutan netral (perbedaan dari arsenat) :
AsO33- + 3Ag + → Ag3AsO3
Endapan larut baik dalam asam nitrat (a), maupun amonia (b) :
Ag3AsO3 + H+ → H3AsO3 + 3Ag+
Ag3AsO3 + 6NH3 → 3[Ag(NH3)]
3.        Larutan tembaga Sulfat (CuSO42- ) : endapan hijau tembaga arsenit (hijau Scheele), yang dirumuskan berbeda-beda sebagai CuHAsO3 dan Cu3(AsO3)2. xH2O, dari larutan netral. Endapan melarut dalam asam, dan juga dalam larutan amonia dengan membentuk larutan biru. Endapan juga melarut dalam larutan natrium hidroksida ; ketika dididihkan, tembaga (I) oksida mengendap.
4.        Kalium tri-iodida (larutan iod dalam kalium iodida) : mengoksidasikan ion arsenit sambil kehilangan warna :
AsO33- + I3- +H2O → AsO43- + 3I- + 2H+
Reaksi ini dapat balik dan akan mencapai kesetimbangan. Jika ion hidrogen yang terbentuk dalam reaksi ini ini, dihilangkan dengan menambahkan Natrium hidrogen karbonat sebagai buffer.
5.        Larutan timah (II) klorida dan asam klorida (Uji Bettendorff). Beberapa tetes larutan arsenit ditambahkan pada 2ml asam klorida pekat dan 0,5 ml larutan timah (II) klorida jenuh, dan larutan dipanaskan perlahan-lahan ; larutan menjadi coklat tua dan akhirnya hitam, disebabkan oleh memisahnya arsenik unsur:
2As3+ + 3Sn2+ → 2As↓ + 3Sn4+
b.        Reaksi-reaksi ion arsenat (arsenik (V))
1.        Hidrogen sulfida : tak terjadi endapan segera dengan adanya asam klorida encer. Jika aliran gas diteruskan, campuran arsenik (III) sulfida, As2S3, dan belerang mengendap dengan lambat. Pengendapan akan lebih cepat dalam larutan panas.
AsO43- + H2S → AsO33- + S ↓ + H2O
2AsO33- + 3H2S + 6H+ → As2S3 ↓ + 6H2O
Jika asam klorida pekat yang sangat berlebihan terdapat dalam larutan, dan hidrogen sulfida dialirkan dengan cepat dalam larutan yang dingin itu, mengendaplah arsenik pentasulfida, As2S5, yang kuning; dalam larutan panas,endapan terdiri dari campuran tri-dan penta-sulfida.
2.        Perak nitrat : endapan merah kecoklatan, perak arsenat Ag3AsO4, dari larutan netral (perbedaan dari arsenik dan pospat, yang menghasilkan endapan-endapan kuning. Endapan larut dalam asam dan amonia, tetapi tak larut dalam asam asetat.
AsO43- + 3Ag+ → Ag3AsO4
Reaksi ini dapat dipakai sebagai uji yang peka terhadap arsenik, secara berikut. Uji ini hanya dapat dipakai bila tidak ada ion-ion kromat heksasianoferat (II) da (III), yang juga memberi garam-garam perak yang berwarna yang tak larut dalam asam asetat.
3.      Campuran magnesia: endapan kristal putih megnesium amonium arsenat Mg(NH4)AsO4.6H2O, dari larutan netral atau amoniakal (perbedaan dari arsenit):
AsO43- + Mg2+ → MgNH4AsO4
Ketika endapan putih ini diolah dengan larutan perak nitrat yang mengandung beberapa asam asetat terbentuk perak arsenat merah (perbedaan dari fosfat):
MgNH4AsO4 ↓ + 3Ag+ → Ag3AsO4 ↓ + Mg2+ + NH4+
4.      Larutan Amonium molibdat: bila regensia ini dan asam nitrat ditambahkan dengan sangat berlebihan kepada larutan suatu arsenat kita memperoleh e3ndapan kristalin berwarna kuning, yaitu amonium arsenomolibdat, (NH4)3AsMo12O40, dengan mendidihkan (perbedaan dari arsenit yang tak memberi endapan, dan dengan fospat yang menghasilkan endapan dalam keadaan dingin atau dengan memanaskan perlahan-lahan). Endapan ini tak larut dalam asam nitrat, tetapi larut dalam larutan amonia dan dalam larutan basa alkali.
AsO43- + 12MoO42- + NH34+ + 24H+ → (NH4)3AsMo12O40 ↓ + 12H2O
Endapan sebenarnya mengandung ion trimolibdat (Mo3O102-); setiap ion menggantikan satu oksigen dalam AsO43-. Jadi komposisi endapan seharusnya ditulis sebagai (NH4)3[As(Mo3O10)4].
5.      Larutan uranil asetat: endapan seperti gelatin berwarna kuning muda, uranil amonium arsenat UO2(NH4)AsO4.xH2O, dengan adanya amonium asetat berlebihan. Endapan larut dalam asam mineral, tetapi tak larut dalam asam asetat. Bila pengendapan dilakukan dari larutan suatu arsenat yang panas, endapan akan diperoleh dalam bentuk granul (butiran kasar).
AsO43- + UO22+ + NH2+ → UO2NH4AsO4
B.       Stibium
Stibium adalah logam putih keperakan yang mengkilap, dan meloebur pada 360oC. Stibium tak larut dalam asam klorida, dan dalam asam sulfat encer. Dalam asam sulfat pekat yang panas ia melarut perlahan-lahan dengan membentuk ion stibium (III):
2Sb + 3H2SO4 + 6H+ → 2Sb3+ + 3SO2 ↑ + 6H2O
a.         Reaksi-reaksi ion stibium (III)
1.        Hidrogen sulfida: endapan merah jingga stibium tri sulfida, Sb2S3, dari larutan-larutan yang tak terlalu asam. Endapan larut dalam asam klorida pekat panas (perbedaan dan metode pemisahan dari arsenik (III) sulfida dan merkurium (II) sulfida), dalam amonium polisulfida (membentuk tioantimonat), dan dalam larutan hidroksida alkali (membentuk antimonit dan tioantimonit).
2Sb3+ +3H2S → Sb2S3 ↓ + 6H+
Sb2S3 ↓ + 6HCl → 2Sb3+ + 6Cl- + 3H2S ↑
Dengan mengasamkan larutan tioantimonat dengan asam klorida mula-mula stibium pentasulfida diendapkan tetapi biasanya terurai sebagian menjadi sulfida dan belerang:
2SbS43- + 6H+ → Sb2S5 ↓ + 3H2S ↑
Sb2S5 ↓ → Sb2S3 ↓ + 2S ↓
2.        Larutan Natrium Hidroksida atau Amonia: endapan putih stibium (III) oksida terhidrasi Sb2O3.xH2O, yang larut dalam larutan basa alkali yang pekat (5 M) membentuk antimonat.
2Sb3+ + 6OH- → Sb2O3 ↓ + 3H2O
Sb2O3 ↓ + 2OH- → 2SbO2- + H2O
3.        Zink: dihasilkan endapan hitam yaitu stibium. Jika sedikit larutan stibium klorida itu dituangkan diatas lembaran tipis platinum dan sekeping logam zink ditaruh diatas lembaran itu, terbentuk noda hitam stibium diatas platinum; noda (atau endapan) itu harus dilarutkan dalam sedikit asam nitrat encer panas, dan hidrogen sulfida dialirkaqn kedalam larutan setelah diencerkan; maka kita akan memperoleh endapan jingga, stibium trisulfida.
2Sb3+ + 3Zn ↓ → 2Sb ↓ + 3Zn2+
Sedikit stibina SbH3 mungkin dilepaskan, bila zink yang dipakai; maka lebih baik dipakai timah
2Sb3+ + 3Sn ↓ → 2Sb ↓ + 3Sn2+
4.        Kawat besi: endapan hitam stibium ini dapat dipastikan dengan cara yang diuraikan pada reaksi diatas
2Sb3+ + 3Fe → Sb ↓ + 3Fe2+
5.        Larutan kalium iodida: warna menjadi merah karna pembentukan garam kompleks.
Sb3+ + 6I- → [SbI6]3-
b.        Reaksi-reaksi stibium (V)
Ion stibium (V) diturunkan dari oksida amfoter Sb2O5. Dalam asam, oksida ini melarut dengan membentuk kation stibium (V), Sb5+.
Sb2O5 + 10H+ ↔2Sb5+ + 5H2O
Jadi, dalam larutan asam yang terdapat adalah ion Sb5+. Di lain pihak, dalam alkali-alkali, ion antimonat SbO43- yang terbentuk :
Sb2O5 + 3OH- ↔ 2SbO43- + 3H+
Jadi dalam suasana basa, yang terdapat dalam larutan adalah SbO43-. SbO43- adalah rumus yang disederhanakan dari komposisi ion antimonat; sebenarnya ia berada dalam bentuk terhidrasi, yang boleh dinamakan heksahidroksoantimonat (V).
1.        Hidrogen Sulfida (H2S) : endapan merah-jingga stibium pentasulfida, Sb2S5, dalam larutan yang sedang asamnya. Larutan ini larut dalam larutan amonium sulfida (menghasilkan tioantimonat)., dalam larutan hidroksida alkal, dan juga dilarutkan oleh asam klorida pekat dengan pembentukan stibium triklorida dan pemisahan belerang. Garam tio ini terurai oleh asam, padamana pentasulfida diendapkan.
2Sb5+ + 5H2S → Sb2S5↓ + 10 H+
Sb2S5 ↓ + 3S2- → 2SbS43-
Sb2S5 ↓ + 6OH- → SbSO33- + SbS43- + 3H2O
Sb2S5 ↓+ 6H+ → 2Sb3+ + 2S↓ + 3H2S ↑

2.        Air : endapan putih garam-garam basa dengan komposisi yang bermacam-macam; pada akhirnya akan terbentuk antimonat :
Sb5+ + 4H2O ↔ H3SbO4 ↓ + 5H+
Endapan melarut baik dalam asam maupun basa – basa alkali (tetapi tidak dalam karbonat-karbonat logam alkali).
H3SbO4 ↓ + 5H+ ↔ Sb5+ + 4H2O
H3SbO4 ↓ + 3OH- ↔ SbO43- + 3H2O
3.        Zink dan Timah : endapan stibium dengan adanya asam klorida:
2Sb5+ + 5Zn ↓ →+ 5 Zn2+
2Sb5+ + 5Sn ↓ →2Sb ↓ + 5Sn2+
Sedikit stibina (5SbH3) turut dihasilkan dengan zink.
4.        Larutan Kalium Iodida : dalam larutan yang bersifat asam, iod memisah :
Sb5+ + 2I- ↔ Sb3+ + I2
Jika ion Sb5+ terdapat berlebihan, kristal-kristal iod memisah dan mengapung di atas permukaan larutan. Bila dipanaskan, muncul uap lembayung iod yang khas. Jika regensia ditambahkan berlebihan, terbentuk ion-ion tri-iodida coklat, yang menapis warna kuning dari ion heksaiodoantimonat (III):
Sb5+ +9I- → [SbI6]3- + I3-
C.       Timah (Sn)
Timah adalah logam putih perak, yang dapat ditempa dan liat pada suhu biasa, tetapi pada suhu rendah menjadi getas karena berubah menjadi suatu modifikasi alotropi yang berlainan. Logam ini melarut dengan lambat dalam asam klorida encer dan asam sulfat encer, dengan membentuk garam-garam timah (II) (stano):
Sn + 2H+ → Sn2+ + H2
a.         Reaksi-Reaksi ion Timah (II) 
1.        Hidrogen Sulfida : endapan coklat timah (II) sulfida, SnS, dari larutan yang tak terlalu asam (misalnya dalam asam klorida 0,25-0,3M atau pH kitra-kira 0,6). Endapan larut dalam asam klorida pekat ( perbedaan dari arsenik (III) sulfida dan merkurium (II) sulfida); juga larut dalam [(NH4)2Sx] kuning, tetapi tidak dalam larutan amonium sulfida [(NH4)2S] yang tak berwarna dengan membentuk tiostanat. Jika larutan amonium tiostanat ini diolah dengan asam, akan menghasilkan endapan timah (IV) sulfida, SnS2.
Sn2+ + H2S → SnS↓ + 2H+
SnS↓ + S22- → SnS32- ↓ + H2S↓
Timah (II) sulfida praktis tak larut dalam larutan basa alkali; maka jika larutan kalium hidroksida yang digunakan untuk memisahkan golongan IIA dan golongan IIB, timah harus dioksidasikan ke keadaan kuadrivalennya dulu dengan hidrogen peroksida, sebelum diendapkan dengan hidrogen sulfida.
2.        Larutan narium hidroksida : endapan putih timah (II) hidroksida, yang larut dalam alkali berlebihan :
Sn2+ +2OH- ↔ Sn(OH)2
Sn(OH)2↓ + 2OH- ↔ [Sn(OH)4 ]2-
dengan larutan amonia diendapkan timah (II) hidroksida putih yang tak larut dalam amonia berlebihan.
3.        Larutan merkurium (II) klorida : endapan putih merkurium (I) klorida (kalomel) terbentuk, jika sejumlah besar reagensia ditambahkan dengan cepat :
Sn2+ + Hg2Cl2 → Hg2Cl2↓ + Sn4+ + 2Cl-
Tetapi jika ion timah (II) terdapat berlebihan, endapn berubah jadi abu-abu terutama dengan pemanasan, karena tereduksi lebih lanjut menjadi logam merkurium :
Sn2+ + Hg2Cl2 → 2Hg↓ + Sn4+ + 2Cl-
4.        Larutan bismut nitrat dan natrium hidroksida : endapan hitam logam bismut.
2Bi(OH)3 ↓ + 3[Sn(OH)4]2- → 2Bi↓ + 3[Sn(OH)6]2-
5.        Zink logam : timah yang mirip karet busa mengendap dan melekat pada zink. Jika zink ini terletak di atas lembaran tipis platinum, seperti diuraikan dalam reaksi :
2Sb3+ + 3Zn↓ → 2Sb↓ + 3Zn2+
Dan larutan sedikit asam, timah akan mengendap sebagian di atas zink dalam bentuk seperti spon (seperti karet busa) tetapi tidak menodai platinum. Endapan ini harus dilarutkan dalam asam klorida pekat, dan diuji dengan uji merkurium (II) klorida.
b.        Reaksi-reaksi ion Timah (IV)
1.        Larutan Hidrogen Sulfida : endapan kuning timah (IV) sulfida, SnS2 dari larutan asam encer(0,3M). Endapan larut dalam asam klorida pekat ( perbedaan dari arsenik (III) dan merkurium (II) sulfida ), dalam larutan hidroksida logam-logam alkali dan juga dalam amonium sulfida dan amonium polisulfida. Timah (IV) sulfida kuning mengendap, setelah larutan diasamkan.
Sn4+ + 2H2S → SnS2↓ + 4H+
SnS2↓ + S2- → SnS32-
SnS2↓ + 2S2- → SnS32- + S32-
SnS32- + 2H+ → SnS2↑ + H2S↓
Tak timbul pengendapan timah (IV) sulfida bila ada serta asam oksalat, karena terbentuknya ion kompleks yang stabil tipe [Sn(C2O)4 (H2O)2]4-; ini menjadi dasar dari suatu metode pemisahanantara stibium dan timah.
2.        Larutan natrium hidroksida : endapan putih seperti gelatin, yaitu timah (IV) hidroksida, Sn(OH)4, yang larut dalam zat pengendap yang berlebihan, dengan membentuk heksahidroksostanat (IV).
Sn4+ + 4OH- → Sn(OH)4
Sn(OH)4 ↓ + 2OH- ↔ [Sn(OH)6]2-
Dengan amonia dan dengan larutan natrium karbonat, diperoleh endapan yang serupa, yang tetapi tak larut dalam reagensia berlebihan.
3.        Larutan merkurium (II) klorida : tak ada endapan (perbedaan timah (II) ).
4.        Logam besi : mereduksi ion timah (IV) menjadi ion timah (II) :
Sn4+ + Fe → Fe2+ + Sn2+
Jika potongan-potongan besi ditambahkan pada larutan, dan campuran disaring, ion timah (II) dapat dideteksi dengan reagensia merkurium (II) klorida. Hasil yang serupa diperoleh dengan mendidihkan larutan dengan tembaga atau stibium.
5.        Uji kering :
a.         Uji pipa tiup : semua senyawa timah bila dipanaskan dengan natrium karbonat, sebaiknya dengan disertai dengan kalium sianida, di atas arang memberi butiran-butiran logam timah yang putih dan dapat ditempa, yang tak menodai kertas. Sebagian logam ini teroksidasi menjadi timah (IV) oksida, terutama pada pemanasan yang tinggi, yang membentuk kerak putih di atas arang.
b.        Uji manik boraks : manik boraks yang telah diwarnai biru muda oleh runutan garam tembaga menjadi berwarna merah mirah (ruby) jernih dalam nyala reduksi, jika ditambahkan sangat sedikit saja timah.




BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
1.      Kation golongan II sub golongan Arsenik yaitu, Arsenik (III), Arsenik (V), Stibium (III), Stibium (V), Timah (II) dan Timah (IV).
2.      Reagensia yang digunakan pada uji kation golongan II adalah H2S.
3.      Ion sub golongan Arsenik mempunyai sifat amfoter.
4.      Pada uji kation golongan II sub golongan arsenik memili warna larutan dan warna endapan tertentu.
5.      Unsur arsenik tak larut dalam asam klorida dan asam sulfat encer tetapi larut dengan mudah dalam asam nitrat encer.
6.      Stibium adalah logam putih keperakanyang mengkilap dan melebur pada 630C.
7.      Stibium tak larut dalam asam klorida dan dalam asam sulfat encer.
8.      Dalam asam sulfat pekat yang panas stibium melarut perlahan-lahan dengan membentuk ion stibium (III).
9.      Timah adalah logam putih perak yang dapat ditempa dan dilihat pada suhu biasa tetapi, pada suhu rendah menjadi getas karena berubah menjadi sebuah modifikasi alotropi yang berlainan.
10.  Timah melarut dengan lambat dengan asam klorida encer dengan membentuk garam-garam timah (II).







LAMPIRAN
Jawaban pertanyaan.
1.        Muhammad sodikin
Mengapa pada kation arsenik (V) harus dilakukan pengasaman supaya memperoleh endapan?
Jawab : Seperti halnya hubungan antara pH dan Ksp dimana semakin kecil ph (asam) maka kelarutan tinggi dan sebaliknya. Arsenik diasamkan sehinnga mendapatkan endapan karena adanya ion ion senama sehingga terbentuklah endapan.
2.        Ira sari
Mengapa pada kation arsenik (V) endapan Ag3AsO4 larut dalam asam dan dalam amonia tetapi tak larut dalam asam asetat?
Jawab : Hal ini dikarenakan jika endapan Ag3AsO4 jika direaksikan dengan asam akan membentuk larutan H3AsO4 dan akan membentuk senyawa kompleks 3[Ag(NH3)2]+ jika direaksikan dengan amonia sedangkan pada asam asetat tidak.
3.        Sofiani abdilah
a.       Mengapa pada reaksi AsO33- + I3- +H2O → AsO43- + 3I- + 2H+
dapat balik?
Jawab : Reaksi ini dapat balik, dan akan mencapai kesetimbangan karena adanya ion I- dalam jumlah yang banyak (yang berasal dari disosiasi KI) akan menggeser kesetimbangan ke arah pembentukan KI yang tak terdisosiasi (yaitu ke arah ruas kiri).  
b.      Mengapa pada reaksi Sb3+ + 2Zn↓ → Sb↓, hanya menghasilkan endapan Sb? Zn kemana?
Jawab : Pada reaksi tersebut, yang terjadi adalah 2Sb3+ + 3Zn ↓ → 2Sb ↓ + 3Zn2+, maka Zn itu tidak membentuk endapan. Zn tetap ada, tetapi ia tidak mengendap dan hanya dalam bentuk ion-ion di sekitar larutan.



DAFTAR PUSTAKA

Vogel.1990.BUKU TEKS ANALISIS ANORGANIK KUALITATIF MAKRO DAN SEMIMIKRO  EDISI KE LIMA.Jakarta : PT.Kalman Media Pustaka

Titrasi Iodo-Iodimetri




1.        Pengertian Redoks
Istilah oksidasi mengacu pada setiap perubahan kimia dimana terjadi kenaikan bilangan oksidasi, sedangkan reduksi digunakan untuk setiap penurunan bilangan oksidasi. Berarti proses oksidasi disertai hilangnya elektron sedangkan  reduksi memperoleh elektron. Oksidator adalah senyawa di mana atom yang terkandung mengalami penurunan bilangan oksidasi. Sebaliknya pada reduktor, atom yang terkandung mengalami kenaikan bilangan oksidasi. Oksidasi-reduksi harus selalu berlangsung bersama dan saling menkompensasi satu sama lain. Istilah oksidator reduktor mengacu kepada suatu senyawa, tidak kepada atomnya saja.
Titrasi redoks itu melibatkan reaksi oksidasi dan reduksi antara titrant dan analit. Titrasi redoks banyak dipergunakan untuk penentuan kadar logam atau senyawa yang bersifat sebagai oksidator atau reduktor.
2.        Macam-macam Titrasi
·  Permanganometri.
·  Iodometri.
·  Iodimetri.
·  Iodatometri.
·  Bromometri.
·  Bromatometri.
·  Cerimetri.
·  Nitrimetri.
·  Dikromatometri.
Diantara sekian banyak contoh teknik atau cara dalam analisis kuantitatif terdapat dua cara melakukan analisis dengan menggunakan senyawa pereduksi iodium yaitu secara langsung dan tidak langsung. Cara langsung disebut iodimetri (digunakan larutan iodium untuk mengoksidasi reduktor-reduktor yang dapat dioksidasi secara kuantitatif pada titik ekivalennya). Namun, metode iodimetri ini jarang dilakukan mengingat iodium sendiri merupakan oksidator yang lemah. Sedangkan cara tidak langsung disebut iodometri (oksidator yang dianalisis kemudian direaksikan dengan ion iodida berlebih dalam keadaan yang sesuai yang selanjutnya iodium dibebaskan secara kuantitatif dan dititrasi dengan larutan natrium thiosilfat standar atau asam arsenit).
1. Iodimetri
Merupakan titrasi langsung dengan menggunakan baku iodium (I2) dan digunakan untuk analisis kuantitatif senyawa-senyawa yang mempunyai potensial oksidasi lebih kecil daripada sistem iodium-iodida atau dengan kata lain digunakan untuk senyawa-senyawa yang bersifat reduktor yang cukup kuat seperti Vitamin C, tiosulfat, arsenit, sulfide, sulfit, Stibium (III), timah (II), dan ferosianida. Daya mereduksi dari berbagai macam zat ini tergantung pada konsentrasi ion hydrogen, dan hanya dengan penyesuaian pH dengan tepat yang dapat menghasilkan reaksi dengan iodium secara kuantitatif. Namun, metode iodimetri ini jarang dilakukan mengingat iodium sendiri merupakan oksidator yang lemah. Prinsip penetapannya yaitu apabila zat uji (reduktor) langsung dititrasi dengan larutan iodium. ( I2 ) sebagai larutan standar.
Reaksinya : Reduktor  → oksidator + e
          I2 + 2e  → 2I
Misalnya pada titrasi Na2S2O3 oleh I2.
2Na2S2O3 + I2 → 2NaI + Na2S4O6

2. Iodometri
Merupakan titrasi tidak langsung dan digunakan untuk menetapkan senyawa-senyawa yang mempunyai oksidasi lebih besar dari sistem iodium-iodida atau senyawa-senyawa yang bersifat oksidator seperti CuSO4 5H2O. Pada Iodometri, sampel yang bersifat oksidator direduksi dengan kalium iodida berlebih dan akan menghasilkan iodium yang selanjutnya dititrasi dengan larutan baku tiosulfat. Banyaknya volume tiosulfat yang digunakan sebagai titran setara dengan iod yang dihasilkan dan setara dengan banyaknya sampel. Prinsip penetapannya yaitu bila zat uji (oksidator) mula-mula direaksikan dengan ion iodida berlebih, kemudian iodium yang terjadi dititrasi dengan larutan tiosulfat.
Reaksinya :     oksidator + KI      → I2
                I2 + 2 Na2S2O3   → 2NaI + Na2S4O6
Metode titrasi langsung (iodimetri) mengacu kepada titrasi dengan suatu larutan iod standar. Metode titrasi tak langsung (iodometri) adalah berkenaan dengan titrasi dari iod yang dibebaskan dalam reaksi kimia.
Pada metode iodimetri dan iodometri, larutan harus dijaga supaya pH larutan lebih kecil dari 8 karena dalam larutan alkali iodium bereaksi dengan hidroksida (OH-) menghasilkan ion hipoiodit yang pada akhirnya menghasilkan ion iodat menurut reaksi :
 I2 + OH-               HI + IO-
 3IO-                      IO3- + 2I-
Sehingga apabila ini terjadi maka potensial oksidasinya lebih besar daripada iodium akibatnya akan mengoksidasi tiosulfat (S2O32-) tapi juga menghasilkan sulfat (SO42-)  sehingga menyulitkan perhitungan stoikiometri (reaksi berjalan tidak kuantitatif). Oleh karena itu, pada metode iodometri tidak pernah dilakukan dalam larutan basa kuat.
Perbedaan
Iodimetri
Iodometri
jenis
Langsung
Tidak Langsung
Jumlah
Satu
Dua
Contoh reaksi
I2 + 2Na2S2O4 à 2NaI + Na2S4O6
KIO3 + 5KI + 3H2SO4 à I2- + K2SO4 + 3H2O
Analat
Reduktor lemah
Oksidator
Larutan Baku
Iodium
KIO3 yang direaksikan dengan KI dan menghasilkan iodium




Singgah di perjalanan PLBN ARUK-SAJINGAN bunga di PLBN