KODE
ETIK KEPENDIDIKAN
A. Pengertian
Kode Etik
Setiap profesi
harus mempunyai kode etik profesi. Dengan demikian, jabatan dokter, notaris,
arsitek, guru, dan lain-lain yang merupakan bidang pekerjaan profesi mempunyai
kode etik. Sama halnya dengan kata profesi sendiri, penafsiran tentang kode
etik juga belum memiliki pengertian yang sama.
Secara
etimologis, “kode etik” berarti pola aturan, tata cara, tanda, pedoman etis
dalam melakukan suatu kegiatan atau pekerjaan. Dengan kata lain, kode etik
merupakan pola aturan atau tata cara etis sebagai pedoman berperilaku. Etis
berarti sesuai dengan nilai-nilai dan norma yang dianut oleh sekelompok orang
atau masyarakat tertentu.
Menurut
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian Pasal 28 menyatakan
bahwa “Pegawai Negeri Sipil mempunyai Kode Etik sebagai pedoman sikap, tingkah
laku dan perbuatan di dalam dan di luar serta di luar kedinasan.” Dalam
penjelasan Undang-Undang tersebut dinyatakan bahwa dengan adanya Kode Etik ini,
pegawai negeri sipil sebagai aparatur negara, abdi negara dan abdi masyarakat
mempunyai pedoman sikap, tingkah laku dan perbuatan dalam melaksanakan tugasnya
dan dalam pergaulan hidup sehari-hari. Selanjutnya, dalam Kode Etik Pegawai
Negeri Sipil itu digariskan pula prinsip-prinsip pokok tentang pelaksanaan
tugas dan tanggung jawab pegawai negeri. Dari uraian ini dapat disimpulkan
bahwa kode etik merupakan pedoman sikap, tingkah laku dan perbuatan dalam
melaksanakan tugas dan dalam hidup sehari-hari.
Direktur Program
Pascasarjana Uninus, Prof. Dr. H. Achmad Sanusi, M.P.A., menyatakan hal
tersebut. “Dibandingkan dengan profesi lain seperti dokter, guru masih
tertinggal karena belum memiliki sumpah dan kode etik guru,” katanya. Adanya
sumpah profesi dan kode etik guru, menurut Achmad Sanusi, sebagai rambu-rambu,
rem, dan pedoman dalam tindakan guru khususnya saat kegiatan mengajar.
Alasannya, guru harus bertanggung jawab dengan profesi maupun hasil dari
pengajaran yang ia berikan kepada siswa. Jangan sampai terjadi malapraktik
pendidikan.
Dalam pidato
pembukaan Kongres PGRI XIII, Basuni sebagai Ketua Umum PGRI menyatakan bahwa
Kode Etik Guru Indonesia merupakan landasan moral dan pedoman tingkah laku guru
warga PGRI dalam melaksanakan panggilan pengabdiannya bekerja sebagai guru
(PGRI, 1973). Dari pendapat Ketua Umum PGRI ini dapat ditarik kesimpulan bahwa
dalam Kode Etik Guru Indonesia terdapat dua unsur pokok yaitu:
1.
Sebagai landasan moral;
2.
Sebagai pedoman tingkah laku.
Dari uraian
tersebut terlihat bahwa kode etik suatu profesi adalah norma-norma yang harus
diindahkan oleh setiap anggota profesi di dalam melaksanakan tugas profesinya
dan dalam hidupnya di masyarakat. Norma-norma tersebut berisi petunjuk-petunjuk
bagi para anggota profesi tentang bagaimana mereka melaksanakan profesinya dan
larangan-larangan, yaitu ketentuan-ketentuan tentang apa yang tidak boleh
diperbuat atau dilaksanakan oleh mereka, tidak saja dalam melaksanakan tugas
profesi mereka, melainkan juga menyangkut tingkah laku anggota profesi pada
umumnya dalam pergaulannya sehari-hari di dalam masyarakat.
B. Tujuan
dan Fungsi Kode Etik
Pada dasarnya
tujuan merumuskan kode etik dalam suatu profesi adalah untuk kepentingan anggot
a dan kepentingan organisasi profesi itu sendiri.
a)
Tujuan kode etik adalah sebagai berikut :
1. Untuk
menjunjung tinggi martabat profesi
Kode
etik dapat menjaga pandangan dan kesan dari pihak luar atau masyarakat, agar
mereka jangan sampai memandang rendah atau remeh terhadap profesi yang
bersangkutan. Oleh karenanya, setiap kode etik suatu profesi akan melarang
berbagai bentuk tindak-tanduk atau kelakuan anggota profesi yang dapat
mencemarkan nama baik profesi terhadap dunia luar. Dari segi ini, kode etik
juga seringkali disebut kode kehormatan.menjaga dan memelihara kesejahteraan
para anggotanya
Kesejahteraan
di sini meliputi baik kesejahteraan lahir (atau material) maupun kesejahteraan
batin (spiritual atau mental). Dalam hal kesejahteraan lahir, kode etik umumnya
memuat larangan-larangan kepada para anggotanya untuk melakukan perbuatan-perbuatan
yang merugikan kesejahteraan para anggotanya. Misalnya dengan menetapkan
tarif-tarif minimum bagi honorarium anggota profesi dalam melaksanakan
tugasnya, sehingga apabila terdapat tarif di bawah minimum akan dianggap
tercela dan merugikan rekan-rekan seprofesi. Dalam hal kesejahteraan batin kode
etik umumnya memberi petunjuk-petunjuk kepada para anggotanya untuk
melaksanakan pofesinya. Kode etik juga sering mengandung peraturan-peraturan
yang bertujuan membatasi tingkah laku yang tidak pantas atau tidak jujur bagi
para anggota profesi dalam dalam berinteraksi dengan sesama rekan anggota
profesi.
2. Untuk
meningkatkan pengabdian para anggota profesi
Kode
etik juga berkaitan dengan peningkatan kegiatan pengabdian profesi, sehingga
bagi para anggota profesi dapat dengan mudah mengetahui tugas dan tanggung
jawab pengabdiannya dalam melaksanakan tugasnya. Oleh karena itu, kode etik
merumuskan ketentuan-ketentuan yang perlu dilakukan para anggota profesi dalam
menjalankan tugasnya.
3. Untuk
meningkatkan mutu profesi
Kode
etik juga memuat norma-norma dan anjuran agar para anggota organisasi profesi
selalu berusaha untuk meningkatkan mutu pengabdian para anggotanya.
4. Untuk
meningkatkan mutu organisasi profesi
Setiap
anggota profesi diwajibkan secara aktif berpartisipasi dalam membina organisasi
profesi dan kegiatan-kegiatan yang dirancang organisasi.
5. Untuk
meningkatkan layanan di atas keuntungan pribadi
Kode
etik menjadi suatu acuan dalam memberikan pelayanan kepada sasaran suatu
profesi. Selain itu, keuntungan pribadi juga ditetapkan agar tidak terjadi
kesemerawutan dalam melaksanakan profesinya. Karena hal inilah, dikatakan kode
etik dapat meningkatkan layanan di atas keuntungan pribadi.
6. Untuk
Mempunyai organisasi profesional yang kuat dan terjalin erat
Dengan
adanya kode etik, maka dapat tercipta suatu organisasi professional yang
menaungi para professional. Dengan bergabungnya mereka di suatu wadah, maka
akan terciptalah organisasi professional yang kuat dan terjalin erat karena
dilandasi oleh kesamaan visi dan misi antara personil organisasi tersebut.
7. Untuk
Menentukan baku standarnya sendiri
Suatu
profesi memiliki perbedaan standar dengan profesi lainnya. Dalam hal menentukan
baku standar, kode etik menjadi jawaban untuk menetapkan baku standarnya
sendiri.
b)
Fungsi kode etik diantaranya:
1.
Memberikan pedoman bagi setiap anggota
profesi tentang prinsip profesionalitas yang digariskan.
2.
Sebagai sarana kontrol sosial bagi
masyarakat atas profesi yang bersangkutan.
3.
Mencegah campur tangan pihak di luar
organisasi profesi tentang hubungan etika dalam keanggotaan profesi.
Etika profesi
sangatlah dibutuhkan dlam berbagai bidang. Kode etik yang ada dalam masyarakat
Indonesia cukup banyak dan bervariasi. Umumnya pemilik kode etik adalah
organisasi kemasyarakatan yang bersifat nasional, misalnya Ikatan Penerbit
Indonesia (IKAPI), kode etik Ikatan Penasehat HUKUM Indonesia, Kode Etik
Jurnalistik Indonesia, Kode Etik Advokasi Indonesia dan lain-lain. Ada sekitar
tiga puluh organisasi kemasyarakatan yang telah memiliki kode etik.
C. Penetapan
Kode Etik
Kode etik hanya
dapat ditetapkan oleh suatu organisasi
profesi yang berlaku dan mengikat para anggotanya. Penetapan kode etik
lazim dilakukan pada suatu kongres organisasi profesi. Dengan demikian,
penetapan kode etik tidak boleh dilakukan oleh orang secara perorangan,
melainkan harus dilakukan oleh orang-orang yang diutus untuk dan atas nama
anggota-anggota profesi dari organisasi tersebut. Dengan demikian, jelas bahwa
orang-orang yang bukan atau tidak menjadi anggota profesi tersebut tidak dapat
dikenakan aturan yang ada di dalam kode etik tersebut. Kode etik suatu profesi
hanya akan mempunyai pengaruh yang kuat dalam menegakkan disiplin di kalangan
profesi tersebut, jika semua orang yang menjalankan profesi tersebut tergabung
(menjadi anggota) dalam organisasi profesi yang bersangkutan.
Apabila setiap
orang yang menjalankan suatu profesi secara otomatis tergabung di dalam suatu
organisasi atau ikatan profesional, maka barulah ada jaminan bahwa profesi
tersebut dapat dijalankan secara murni dan baik, karena setiap anggota profesi
yang melakukan pelanggaran serius terhadap kode etik dapat dikenakan sanksi.
D. Sanksi
Pelanggaran Kode Etik
Sering juga kita
jumpai, bahwa adakalnya negara mencampuri urusan profesi, sehingga hal-hal yang
semula hanya merupakan kode etik dari suatu profesi tertentu dapat meningkat
menjadi peraturan hukum atau undang-undang. Apabila halnya demikian, maka
aturan yang mulanya sebagai landasan moral dan pedoman tingkah laku meningkat
menjadi aturan yang memberikan sanksi-sanksi hukum yang sifatnya memaksa, baik
berupa sanksi perdata maupun sanksi pidana.
Sebagai contoh
dalam hal ini jika seorang anggota profesi bersaing secara tidak jujur atau
curang dengan sesama anggota profesinya, dan jika dianggap kecurangan itu
serius ia dapat dituntut di muka pengadilan. Pada umumnya, karena kode etik
adalah landasan moral dan merupakan pedoman sikap, tingkah laku, dan perbuatan
maka sanksi terhadap pelanggaran kode etik adalah sanksi moral. Barangsiapa
melanggar kode etik akan mendapat celaan dari rekan-rekannya, sedangkan sanksi
yang dianggap terberat adalah si pelanggar dikeluarkan dari organisasi profesi.
Adanya kode etik dalam suatu profesi tertentu, menandakan bahwa organisasi
profesi itu telah mantap.
E. Kode
Etik Guru
Kode Etik Guru
Indonesia dapat dirumuskan sebagai himpunan nilai-nilai dan norma-norma profesi
guru yang tersusun dengan baik dan sistematis dalam suatu sistem yang utuh dan
bulat. Fungsi Kode Etik Guru Indonesia adalah sebagai landasan moral dan
pedoman tingkah laku setiap guru warga PGRI dalam menunaikan tugas
pengabdiannya sebagai guru, baik di dalam maupun di luar sekolah serta dalam
kehidupan sehari-hari di masyarakat. Dengan demikian, maka Kode Etik Guru
Indonesia merupakan alat yang amat penting untuk pembentukan sikap profesional
para anggota profesi keguruan.
Kode Etik Guru
Indonesia bersumber dari:
a)
Nilai-nilai Agama dan Pancasila.
b)
Nilai-nilai kompetensi pedagogik,
kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional.
c)
Nilai-nilai jatidiri, harkat, dan
martabat manusia yang meliputi perkembangan kesehatan jasmaniah. emosional,
intelektual, sosial, dan spiritual
Sebagaimana
halnya dengan profesi lainnya, Kode Etik Guru Indonesia ditetapkan dalam suatu
kongres yang dihadiri oleh seluruh utusan Cabang dan Pengurus Daerah PGRI dari
seluruh penjuru tanah air, pertama dalam Kongres XIII di Jakarta tahun 1973,
dan kemudian juga disempurnakan dalam Kongres PGRI XVI tahun 1989 di Jakarta.
Adapun teks Kode Etik Guru Indonesia yang telah disempurnakan tersebut adalah
sebagai berikut:
§ Kode
Etik Guru Indonesia
Guru
Indonesia menyadari, bahwa pendidikan adalah bidang pengabdian terhadap Tuhan
Yang Maha Esa, bangsa dan negara, serta kemanusiaan pada umumnya. Guru
Indonesia yang berjiwa Pancasila dan setia pada Undang-Undang Dasar 1945, turut
bertanggung jawab atas terwujudnya cita-cita Proklamasi Kemerdekaan Republik
Indonesia 17 Agustus 1945. Oleh sebab itu, Guru Indonesia terpanggil untuk
menunaikan karyanya dengan mempedomani dasar-dasar sebagai berikut:
a) Guru
berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya
yang berjiwa Pancasila.
b) Guru
memiliki dan melaksanakan kejujuran profesional.
c) Guru
berusaha memperoleh informasi tentang peserta didik sebagai bahan melakukan
bimbingan dan pembinaan.
d) Guru
menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya proses
belajar-mengajar.
e) Guru
memelihara hubungan baik dengan orang tua murid dan masyarakat sekitarnya untuk
membina peran serta dan rasa tanggung jawab bersama terhadap pendidikan.
f) Guru
secara pribadi dan bersama-sama mengembangkan mutu dan martabat profesinya.
g) Guru
memelihara hubungan seprofesi, semangat kekeluargaan, dan kesetiakawanan
sosial.
h) Guru
secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi PGRI sebagai
sarana perjuangan dan pengabdian.
i)
Guru melaksanakan segala kebijaksanaan
pemerintah dalam bidang pendidikan.
DAFTAR PUSTAKA
http://misterphysicseducation.blogspot.com/2012/11/kode-etik-kependidikan.html
https://www.facebook.com/permalink.php?id=136518356497108&story_fbid=155242647958012
http://dakwahdigital.blogspot.com/2013/07/kode-etik-profesi-guru.html
http://www.sarjanaku.com/2011/01/makalah-profesi-guru.html
Wanto.2005. Manajemen dan Pendidikan. Surabaya : Tabloid
Nyata IV Desember